Rabu, 25 Mei 2011

PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGIS PADA IBU HAMIL

1.PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI

Pada kehamilan terdapat perubahan seluruh tubuh wanita khususnya pada alat genetalia eksterna dan interna dan payudara (mamma) untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh hormon-hormon yang disekresi yaitu somatomammotropin, estrogen dan progesteron. Adapun perubahan yang terdapat pada wanita hamil, antara lain:

a. Uterus
Uterus akan membesar pada awal kehamilan di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertropi otot polos dan serabut-serabut kolagen jaringan uterus menjadi higroskopis. Uterus yang semula sebesar telur ayam atau beratnya 30 gr menjadi seberat 1000gr padaakhir kehamilan.
Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan isi konsepsi intrauterin. Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, progesteron berperan untuk elastisitas / kelenturan uterus.
Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus :
– tidak hamil / normal : sebesar telur ayam (+ 30 g)
– kehamilan 8 minggu : telur bebek
– kehamilan 12 minggu : telur angsa
– kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat
– kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat
– kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat
– kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid
– kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid
– 36-42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid
Regangan dinding rahim karena besarnya pertumbuhan dan perkembangan janin menyebabkan isthmus uteri makin tertarik ke atas dan menipis membentuk segmen bawah rahim (SBR). Pertumbuhan rahim ternyata tidak sama ke semua arah, tetapi terjadi pertumbuhan yang cepat di daerah implantasi plasenta sehingga uterus bentuknya tidak sama. Bentuk rahim yang tidak sama disebut Tanda Piskacek. Perimbangan hor,onal yang mempengaruhi uterus yaitu estrogen dan progesteron sering terjadi perubahan konsentrasi sehingga progesteron mengalami penurunan dan menimbulkan kontraksi uterus yang disebut Tanda Braxton Hicks.

b. serviks
Peningkatan hormon estrogen danprogesteron menyebabkan serviks bertambah vaskularisasinya dan menjadi lunak (soft) disebut Tanda Hegar. Pada korpus uteri mengandung lebih banyak jaringan otot sedangkan serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat kolagen, hanya 10% jaringan otot. Hal ini memungkinkan serviks terbuka mengikuti tarikan-tarikan korpus uteri ke atas dan tekanan bagian bawah janin sehingga terjadi pembukaan lengkap pada kala I persalinan.
•prostaglandin dilepaskan dari jaringan untuk perlunakan serviks
•effacement atau pemendekan terjadi pada primigravida pada 2 minggu terakhir

c. vagina dan vulva
- Vagina dan vulva mengalami peningkatan vaskularisasi karena pengaruh estrogen sehingga tampak makin merah dan kebiru-biruan (Tanda Chadwicks).
- Mukosa vagina jadi lebih tebal, otot vagina mengalami hipertrofi dan terjadi perubahan susunan jaringan ikat di sekitar sehingga vagina mudah berdilatasi dan dapat melewatkan janin pada waktu partus.

d. Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditis sampai terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu yang mengambil alih sekresi estrogen dan progesteron.
•ovulasi berhenti selama kehamilan
•pematangan folikel baru ditangguhkan dan hanya satu korpus luteum yang ditemukan dalam ovarium
•tuba fallopii mengalami hipertrofi
•epitel mukosa menjadi gepeng

e. Mammae (Payudara)
- Mamma mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberi ASI pada saat laktasi.
- Hormon somatomammotropin: membuat mammae memembesar dan tegang, serta mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus dan menimbulkan perubahan dalam sel –sel sehingga terjadi pembuatan kasein, laktalnumin dan laktoglobulin untuk persiapan laktasi.
- Estrogen dan Progesteron akan tetap belum mengeluarkan air susu.
- Estrogen menimbulkan hipertrofi sistem saluran
- Progesteron menambah sel-sel asinus pada mamma.
- Dibawah pengaruh progeteron dan somatomammotropin , terbentuk lemak disekitar kelompok-kelompok alveolus sehingga mamma menjadi lebih besar.
- Pada kehamilan 12 minggu keatas dari putting susu dapat keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut kolostrum.
- Meskipun kolostrum telah dapat dikeluarkan, pengeluaran air susu belum berjalan oleh karena prolaktin ini ditekan oleh PIH (prolactineinhibiting hormone).

Perubahan pada organ dan sistem dalam tubuh antara lain sebagai berikut
a. Sistem Kardiovaskular
- Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula.
Volume ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia.
- Karena pertambahan volume sel darah merah jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan volume plasma, konsentrasi eritrosit dalam darah menurun sehingga kadar Hb turun. Walaupun kadar Hb turun menjadi kurang dari 12 gr/100ml, namun pada wanita hamil dianggap anemia fisilogik (10-12 gr/100ml).
Tekanan vena pada ekstremitas atas dan bawah cenderung naik setelah akhir trimester I. Vena tungkai mengalami distensi karena terjadi obstruksi aliran balik vena (venous return) akibat meningkatnya tekanan darah vena yang kembali ke uterus dan akibat tekanan mekanik dari uterus pada vena cava.
•Peningkatan curah jantung pada kehamilan 16 minggu sekitar 40-50% dari biasanya
•Peningkatan volume darah 25-30%, sel darah merah bertambah 20% yang menyebabkan hemodilusi
•Denyut nadi meningkat
•Cardiac output meningkat karena adanya peningkatan volume darah
•Terdapat sedikit peningkatan tekanan darah sampai umur kehamilan 30 minggu
•Peningkatan volume darah, bersamaan dengan distensi pada vena dan tekanan uterus menyebabkan oedema pada kaki, vulva dan saluran anal, sehingga beresiko terjadi varises vena dan sering hemoroid
•Posisi terlentang menyebabkan terjadinya supine hypotensi syndrome

Jumat, 20 Mei 2011

Asuhan Persalinan Neonatus dengan Jejas Persalinan

PENDAHULUAN
Trauma lahir merupakan trauma mekanik yang disebabkan kerena proses persalinan, dalam beberapa buku ada yang menyebutnya sebagai jejas persalinan dan cedera lahir. Terdapat bermacam – macam trauma lahir yaitu Caput succedaneum, Cephalhaematoma, trauma pada flexus brachialis, fraktur klavikula dan humerus. Trauma lahir yang paling sering terjadi adalah trauma pada kepala, dimana di dalam hand out ini yang akan dibahas adalah Cephalhaematoma, mulai dari pengertian Cephalhaematoma, penyebab terjadinya, tanda dan gejalanya serta bagaimana peran bidan dalam memberikan asuhan.


A. SEFALHEMATOMA
Pengetahuan tentang Sefalhematoma sangat penting dipelajari karena sebagai calon bidan nantinya apabila sudah berada ditengah masyarakat dan menolong persalinan, bukan tidak mungkin akan menjumpai kasus seperti ini sehingga dapat melakukan penanganan yang sesuai dengan standar asuhan kebidanan.

PENGERTIAN
Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir dan tidak pernah melampaui sutura sagitalis / garis tengah.
Kelainan ini muncul beberapa jam setelah lahir dan cenderung membesar . Hilangnya agak lama yaitu sekitar 4 – 6 minggu (1-3 bulan).

Penyebab:
Hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya Cephalhaematoma adalah :
1.Tekanan jalan lahir yang terlalu lama pada kepala saat persalinan
- Tekanan yang lama pada jalan lahir saat persalinan akan menyebabkan
terjadinya cedera pada periosteum kranium. Insidennya terjadi 2.5 %
menurut tinjauan selama 10 tahun yang dilakukan oleh Thacker dkk (1987).
- Benturan yang berlebihan antara kepala bayi dengan lingkar tulang
panggul selama persalinan, jaringan yang lunak dan keras dari kepala
mengalami kerusakan sehingga periosteum mulai terkoyak dan disana
pengeluaran darah melambat yang akhirnya menyebabkan bengkak yang
besar. Bengkak ini tidak ada saat lahir.
- Beberapa Cephalhaematoma terjadi pada garis linear tulang kepala dimana
sebagian besar sembuh dengan baik. Tanda yang jelas dari fraktur adalah
daerah yang tertekan dari kepala bayi terutama yang melebihi tulang
parietal. Tipe perlukaan terjadi pada presentasi vertex tetapi bisa
juga berpengaruh pada tulang parietal ( bi – lateral Cephalhaematoma )
dan kadang terjadi pada tulang oksipital
2.Moulase yang terlalu keras/ berat sehingga selaput tengkorak robek.
3.Partus dengan tindakan :
-Forceps
-Vacum Ektraksi

Tanda dan Gejala:
Tanda – tanda dari Cephalhaematoma adalah sebagai berikut :
1.Bengkak pada kepala dan berwarna merah
2.Batasnya jelas
Adanya lesi periosteum dengan tepi yang jelas dan dapat diraba sehingga membedakan Cephalhaematoma dengan Caput succedaneum.
3.Teraba keras
4.Muncul beberapa jam setelah persalinan
5.Tidak melewati sutura sagitalis
6.Bersifat singular atau bilateral
7.Menetap selama 4 – 6 minggu

B. CAPUT SUKSADENUM
Caput suksadenum adalah pembengkakan yang edematosa atau kadang-kadang ekimotik dan difus dari jaringan lunak kulit kepala yang mengenai bagian yang telah dilahirkan selama persalinan verteks. Edema pada caput suksadenum dapat hilang pada hari pertama, sehingga tidak diperlukan terapi. Tetapi jika terjadi ekimosis yang luas, dapat diberikan indikasi fototerapi untuk kecenderungan hiperbilirubin.
Kadang-kadang caput suksadenum disertai dengan molding atau penumpangan tulang parietalis, tetapi tanda tersebut dapat hilang setelah satu minggu

C. FRAKTUR KLAVIKULA
Tanda dan gejala yang tampak pada bayi yang mengalami fraktur klavikula antara lain : bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena, krepitasi dan ketidakteraturan tulang, kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur, tidak adanya refleks moro pada sisi yang terkena, adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya depresi supraklavikular pada daerah fraktur.

D. TRAUMA FLEKSUS BRAKIALIS
Jejas pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas pleksus brakialis sering terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.

Tanda dan Gejala pada Trauma Flaksus Brakialis
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada brakialis palsi adalah sebagai berikut :
1.Gaguan motorik pada lengan atas
2.Lengan atas pada kedudukan ekstensi dan abduksi
3.Jika anak diangkat, lengan akan tampak lemasdan menggantung
4.Refleks moro negative
5.Refleks meraih gengan tangan tidak ada

Trauma pleksus brakialis dapat mengakibatkan paralisis Erb-Duchenne dan paralisis Klumpke. Bentuk paralisis tersebut tergantung pada saraf servikalis yang mengalami trauma.

Pengobatan pada trauma pleksus brakialis terdiri atas imobilisasi parsial dan penempatan posisi secara tepat untuk mencegah perkembangan kontraktur.


E. FRAKTUR HUMERUS
Pada fraktur humerus ditandai dengan tidak adanya gerakan tungkai spontan, tidak adanya reflek moro.

Penangan pada fraktur humerus dapat optimal jika dilakukan pada 2-4 minggu dengan imobilisasi tungkai yang mengalami fraktur.

Sumber:http://meida.staff.uns.ac.id/

HIPOTERMI

I.Pengertian
Hipotermi adalahsuatukeadaan dimana suhu tubuh bayi turun dari Suhu optimal dengan rentang terendah 36,5C dan tertinggi 37,5 C

II.Penyebab
1.Pertolongan dan perawatan yang tidak tepat segera setelah lahir, seperti:
a.Terlalu cepat memandikan bayi (khususnya bayi resiko).
b.Terlambat membungkus bayi.
c.Dipisahkannya bayi dari ibu segera setelah lahir.
2.Suhu kamar bersalin dan kamar bayi rendah.
3.Bayi kurang bulan/ bayi baru lahir rendah.
4.Asfiksia/hipoksia.
5.Infeksi.
6.Trauma jalan lahir (intrakranial).
7.Rujukan bayi yang tidak mempertahankan kehangatan bayi.

III.Mekanisme Kehilangan Panas Pada Bayi Baru Lahir.
Begitu proses kelahiran terjadi bayi pindah dari kehidupan intra uterin ke ektra uterin, bayi baru lahir yang basah akan kehilangan panas badan dan mengalami penurunan suhu tubuh sebanyak 2 - 4.Kehilangan panas badan terutama terjadi dalam 10 – 20 menit setelah lahir melalui 4 cara yaitu :
1.Evaporasi
Kehilangan panas badan melalui penguapan dari kulit tubuh yang basah ke udara, karena bayi baru lahir diselimuti oleh air/cairan ketuban/amnion. Proses ini terjadi apabila BBL tidak segera dikeringkan setelah lahir. Keadaan ini dapat pula terjadi kemudian pada saat bayi dimandikan. Proses evaporasi dapat dicegah apabila BBL segera dikeringkan setelah lahir.
2.Konduksi
Kehilangan panas badan melalui kontak langsung antara kulit bayi dengan benda atau permukaan dimana bayi diletakkan dengan suhu yang lebih dingin, contoh terjadinya kehilangan panas melalui konduksi seperti bayi ditempatkan langsung pada meja,perlak,timbangan, lebih-lebih ditempat yang terbuat dari logam.
3.Konveksi
Kehilangan panas badan bayi melalui aliran udara sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya bayi dilahirkan di kamar yang pintu dan jendela terbuka, ada kipas/AC yang dihidupkan.
4.Radiasi
Kehilangan panas badan bayi melalui pemancaran/radiasi dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misalnya suhu kamar bayi/ kamar bersalin dibawah 25C, lebih-lebih jika dinding kamarnya lebih dingin karena bahannya dari keramik/marmer.

IV.Penatalaksanaan Hipotermia Pada bayi Baru Lahir
Untuk mencegah hipotermi pada dasarnya adalah tetap mempertahankan kehangatan bayi dari lingkungan intra uterin ke ekstra uterin baik selama proses persalinan dan perawatan selanjutnya pada periode neonatal dengan “rantai hangat”:
1.Segera mengeringkan bayi setelah lahir dan menghangatkannya didalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.
2.Merawat bayi bersama ibunya dan menhangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak langsung antara ibu dan bayi (mEtode kangguru).
3.Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut/kain hangat yang disertai terlebih dahulu digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu, lakukanlah berulangkali sampai tubuh bayi hangat.
4.Menjaga bayi tetap hangat dan aman dalam perjalanan selama rujukan/pemindahan bayi.
5.Bayi harus diberikan ASI sedikit-sedikit sesering mungkin.

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Mual dan muntah merupakan gejala yang wajar ditemukan pada kehamilan triwulan pertama. Biasanya mual dan muntah terjadi pada pagi hari sehingga sering dikenal dengan morning sickness. Sementara setengah dari wanita hamil mengalami morning sickness, 1,5 – 2 % mengalami hiperemesis
gravidarum.

Pengertian Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah berlebihan sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari dan bahkan dapat membahayakan kehidupan.
Hiperemesis gravidarum sendiri adalah mual dan muntah hebat dalam masa kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin di dalam
kandungan. Pada umumnya HG terjadi pada minggu ke 6 - 12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut sampai minggu ke 16 – 20 masa kehamilan.

Penyebab
Penyebab dari hiperemesis gravidarum belum diketahui namun beberapa faktor
yang dapat menimbulkan hiperemesis gravidarum adalah sebagai berikut :
1)Kemungkinan vili korialis masuk kedalam darah.
2)Adanya factor alergi.
3)Adanya factor predis posisi,seperti primigravida dan pver distensi rahim.
4)Adanya factor psikologis,seperti ketidakharmonisan dalam rumah tangga,kehamilan yang tidak diinginkan ,atau ketidaksiapan untuk memiliki anak (takut untuk hamil).
5)Kegemukan juga mengalami peningkatan risiko HG. Faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum, diantaranya adalah :
- Level hormon ß-hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan
pertama
- Kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan
muntah
- Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol
mual dan muntah
- Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena
memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat
refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung
bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga menyebabkan mualdan muntah
- Faktor psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya morning
sickness
- Diet tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap
penambahan 15 g lemak jenuh setiap harinya
- Helicobacter pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan
dengan HG juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan
luka pada lambung

Derajat hiperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum terbagi atas beberapa derajat sesuai dengan tanda dan gejala yang dialaminya,yaitu :
Derajat 1
- Muntah terus menerus (muntah > 3-4 kali/hari, dan mencegah dari masuknya makanan atau minuman selama 24 jam) yang menyebabkan ibu menjadi lemah, tidak ada nafsu makan, berat badan turun (2-3kg dalam 1-2 minggu), nyeri ulu hati, nadi meningkat sampai 100x permenit, tekanan darah sistolik
menurun, tekanan kulit menurun dan mata cekung

Derajat 2
Penderita tampak lebih lemah dan tidak peduli pada sekitarnya, nadi kecil dan cepat, suhu kadang- kadang naik dan mata sedikit kuning. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tekanan darah turun,pengentalan darah, urin berkurang, dan sulit BAB. Pada napas dapat tercium bau aseton

Derajat 3
Keadan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun sampai koma, nadi kecil dan cepat,suhu meningkat, dan tekanan darah turun. Pada jabang bayi dapat terjadi ensefalopati Wernicke dengan gejala: nistagmus, penglihatan ganda, dan perubahan mental. Keadaan ini akibat kekurangan zat
makanan termasuk vitamin B kompleks. Jika sampai ditemukan kuning berarti sudah ada gangguan hati

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan keton urin (air seni), serta elektrolit darah.

Tatalaksana
- Tatalaksana hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung dari beratnya gejala yang terjadi.
- Tatalaksana dini dapat berpengaruh baik pada pasien. Ketika menatalaksana ibu dengan HG,pencegahan serta koreksi kekurangan nutrisi adalah prioritas utama agar ibu dan bayi tetap dalam keadaan sehat.
- Pasien dapat dirawat karena mual dan muntah yang berlebihan disertai koreksi untuk gangguan elektrolit dan cairan. Pemberian nutrisi oral (melalui mulut) dapat diberikan pada pasien secara perlahan-lahan, dimulai dengan makanan cair, kemudian meningkat menjadi makanan padat dalam porsi kecil yang kaya akan karbohidrat.

Saran-saran yang diberikan pada ibu yang mengalami HG adalah:
- Menyarankan ibu hamil untuk mengubah pola makan menjadi lebih sering dengan porsi kecil
- Menganjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dan teh hangat dan menghindari makanan berminyak serta berbau lemak
- Jika dengan cara diatas tidak ada perbaikan maka ibu hamil tersebut diberi obat penenang,vitamin B1 dan B6, dan antimuntah
- Perawatan di Rumah sakit bila keadaan semakin memburuk
- Cairan infus yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein. Bila perlu ditambahkan vitamin B kompleks, vitamin C, dan kalium
- Terapi psikologis apabila penanganan dengan pemberian obat dan nutrisi yang adekuat tidak memberikan respon

Pencegahan
Wanita yang mulai mengkonsumsi vitamin sejak kehamilan dini dapat menurunkan risiko hiperemesis gravidarum. Satu kali gejala HG muncul, maka perlu penatalaksanaan sejak dini agar tidak terjadi
perburukan.


Bahan Makalah Mahasiswa Tk.I Kelas Ib STIKes Mitra RIA Husada Cibubur
sumber:
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/hiperemesis-gravidarum-hg.pdf
Sulistyawati, Ari.2009.Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.Jakarta: Salemba Medika.

KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PADA KEHAMILAN

PENDAHULUAN
Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yg dpt menimbulkan stres, tetapi berharga krn wanita tersebut menyiapkan diri utk memberi perawatan & mengemban tanggung jawab yg lebih besar
Utk menghadapi peran baru, wanita tsb mengubah konsep dirinya supaya dia siap menjadi orang tua
Psikologi ibu hamil sangatlah unik & sensitif, oleh karena itu dukungan yg diberikan harus serius & maksimal

Mencakup:
A. Support keluarga Dan Support dari tenaga kesehatan
Support keluarga dan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh ibu hamil sebagai upaya untuk meringankan semua ketidaknyamanan karena perubahan fisik dan psikologis.
Keluarga dapat memberikan dukungan dengan memberi perhatian yang cukup pada ibu, menciptakan suasana yang aman dan menyenangkan dan bersama-sama merencanakan persalinan dan mengantisipasi kalau terjadi komplikasi.
Tenaga kesehatan dapat memberi dukungan dengan mendengarkan setiap keluhan ibu, membantu untuk Menyikapi semua keluhan yang dirasakan, bersama-sama membicarakan tentang rencana kelahiran, dan memberikan penkes sesuai kebutuhan dan waktu yang tepat.
Orang yg paling penting bagi seorang wanita hamil biasanya ialah ayah sang anak (Richardson, 1983).
Bukti menunjukkan bahwa wanita yg diperhatikan & dikasihi oleh pasangannya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala emosi & fisik, serta komplikasi persalinan & lebih mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas (Grossman, at all.1980).
* Dua kebutuhan utama yg ditunjukkan selama ia hamil (Richardson,1983) :
Menerima tanda – tanda bahwa ia dicintai & dihargai
Merasa yakin akan penerimaan pasangannya thd sang anak & mengasimilasi
bayi tersebut ke dlm keluarga.

B. Rasa aman dan nyaman selama kehamilan
Tenaga kesehatan harus senantiasa mendengarkan dan membicarakan tentang berbagai macam keluhan ibu dan selalu berusaha untuk membantu dan mencari cara untuk mengatasinya, sehingga ibu dapat menikmati kehamilan dan melalui setiap perubahan yang terjadi dengan aman, nyaman dan menyenangkan. Keluarga dapat memberikan perhatian dan dukungan yang cukup sehingga dengan keberadaannya ibu merasa aman, nyaman dan tidak sendiri dalam menghadapi kehamilannya.

C. Persiapan menjadi orang tua
Persiapan utk menjadi orang tua hrs direncanakan sedini mungkin diantaranya:
Bersama dgn pasangan selama kehamilan & saat melahirkan utk saling berbagi pengalaman yg unik ttg setiap kejadian yg dialami oleh masing-masing
Berdiskusi dgn pasangan ttg apa yg akan dilakukan utk menghadapi status sbg orang tua, seperti :
- Akomodasi bagi calon bayi
- Menyiapkan tambahan penghasilan
- Bagaimana nanti apabila nanti bila tibanya saat ibu hrs kembalibekerja
- Apa saja yg diperlukan utk merawat bayi ?
- Hubungan ini dpt memperkokoh perasaan diantara pasangan, bahwa memiliki
bayi berarti saling membagi tugas.
- Persiapan psikologis dlm menghadapi perubahan status dr hanya hidup
berdua dgn pasangan, sekarang dtg anggota baru yg memiliki berbagai
keunikan.

D. Persiapan sibling
Berbagai cara dapat dilakukan oleh ibu dan keluarga untuk mempersiapkan sibling sehingga anak tidak merasa tersisih dan terabaikan dengan adanya kehadiran calon adiknya. Ibu dapat tetap memberikan perhatian yang cukup pada sang kakak, perkenalkan calon adik ketika usia kehamilan sudah agak besar sehingga dia tidak bosan menunggu kelahiran adiknya. Ajak sang kakak untuk menjenguk ibu dan adiknya di RS dan berikan hadiah kecil, dan katakan bahwa ini dari adik barunya.
Utk mempersiapkan sang kakak dlm menerima kehadiran adiknya dpt dilakukan dgn :
-Ceritakan mengenai calon adik yg disesuaikan dgn usia & kemampuannya utk
memahami, tp tdk pd usia kehamilan muda krn anak akan cepat bosan
-Jgn sampai dia mengetahui ttg calon adiknya dr orang lain
-Biarkan dia merasakan gerakan & bunyi jantung adiknya.
-Gunakan gambar-gambar mengenai cara perawatan bayi
-Sediakan buku yg menjelaskan dgn mudah tentang kehamilan, persalinan &
perawatan bayi
-Menunjukkan foto anak semasa bayi, shg dpt membantunya membayangkan
kecilnya tubuh adiknya
-Mengajaknya menengok teman yg sedang memiliki bayi, shg anak dpt
menyentuhnya & melihat bagaimana bayi disusui, diganti pakaiannya, &
dimandikan
-Biarkan sang kakak membantu menyiapkan kamar & pakaian calon adiknya

sumber:
Neil,WR,. 2001. Panduan Lengkap Perawatan Kehamilan. Jakarta. Dian Rakyat.
Varney. H, 1997. Varney’s Midwifery, third EDITION, Jones And Barlett, New York, NY

ASUHAN PERSALINAN NORMAL 58 LANGKAH

Persalinan Normal
(dengan bahan tambahan Inisiasi Menyusui Dini)

Catatan : Perubahan terletak pada langkah 25-33, 43-45, dan 50, langkah dengan huruf italic adalah langkah yang tidak berubah.

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut:
1.Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2.Mampu : Langkah yang dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi diluar normal.
3.Mahir : Langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien.

Kegiatan

I. Mengenali Gejala Dan Tanda Kala Dua
1.Mendengarkan dan Melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
•Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
•Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
•Perineum tampak menonjol
•Vulva dan spinger ani terbuka

II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2.Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk Asfiksia > tempat datar dak keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
•Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu
bayi
•Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai didalam
partus set
3.Pakai celemek plastik
4.Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissu atau handuk pribadi yang bersih dan kering
5.Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam
6.Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril, pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)

III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
7.Membersihkan vulva dan perineum, menekannya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibahasi dengan air DTT
•Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan kebelakang
•Buang kapas atau kain pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
•Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminas, lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% > langkah #9)
8.Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
•Bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi
9.Dekontaminasi saerung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan kedalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangan secara sarung tangan dilepaskan.
10.Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)
•Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
•Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil
hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf

IV.Menyiapkan ibu dan Keluarga Untuk membantu proses bimbing meneran
11.Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
•Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman pelaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua temuan yang ada.
•Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12.Minat keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu keposisi setengah duduk atau ke posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman)
13.Laksanakan Bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
•Bimbingan ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
•Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai
•Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
•Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
•Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
•Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
•Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
•Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran(multigravida)
14.Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V.Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
15.Letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) diperut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16.Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawag bokong ibu
17.Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18.Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

VI.Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
Lahirnya kepala bayi
19.Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20.Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
21.Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan

Lahirnya Bahu
22.Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahirnya Badan dan Tungkai
23.Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas
24.Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya.

VII.Penanganan Bayi Baru Lahir
25.Lakukan Penilaian (selintas)
a.Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?
b.Apakah bayi bergera aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-mengap lakukan langkah resusitasi (lanjut kelangkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir)
26.Keringkan tubuh bayi
•Keringkan bayi mulai dari muka, kepala bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
27.Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal)
28.Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
29.Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksigen)
30.Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm disatal dari klem pertama
31.Pemotongan dan pengikatan tali pusat
•Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
•Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
dengan sisi lainnya
•Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan
32.Letakan bayi agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi, letakan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara Payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu
33.Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi.

VIII.Penatalaksanaan Aktif Persalinan Tiga
34.Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35.Letakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat
36.Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang – atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika placenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas
•Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu

Mengeluarkan Plasenta
37.Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial)
•Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan placenta
•Jika placenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1.Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
2.Lakukan katerisasi (aseptik) jika kandung kemih parah
3.Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4.Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
5.Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila
terjadi perdarahan segera lakukan plasenta manual.
38.Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilih kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
•Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau
klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

Rangsangan Taktil (Masase) Uterus
39.Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
•Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah
15 detik masase

IX.Menilai Perdarahan
40.Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plasenta ke dalam kantung plastik dan tempat khusus
41.Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif segera lakukan penjahitan.

X.Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
42.Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
43.Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit dada ibu paling sedikit 1 jam
•Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi dini dalam waktu 30
60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi
cukup menyusu dari satu payudara.
•Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu
44.Setelah satu jam, lakukan penimbangan / pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis dan vitamin K, 1 mg intramuskuler di paha kiri anterolateral.
45.Setelah satu jam pemberian Vitamin K, berikan suntikan imunisasi Hepatitis B dipaha kanan anterolateral.
•Letakan bayi didalam jangkauan ibu agar sewaktu waktu bisa disusunkan
•Letakan kembali bayi pada dada ibu, bila bayi belum berhasil menyusu
didalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil meyusu

Evaluasi
46.Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginum
•2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
•Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
•Setiap 20-30 menit pasca persalinan
•Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai
untuk menatalaksanakan atonia uteri
47.Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
48.Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49.Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
•Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama
pasca persalinan
•Melakukan tindalan yang sesuai untuk teman yang tidak normal
50.Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36, 5-37, 5).

Kebersihan dan Keamanan
51.Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dikontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi
52.Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat yang sesuai
53.Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54.Pastikan ibu merasa aman dan nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkan
55.Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
56.Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% balikan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
57.Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir

Dokumentasi
58.Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda-tanda vital dan asuhan kala IV.

sumber:

Kunjungan Ulang Pemeriksaan Kehamilan

PENGERTIAN
Kunjungan ulang adalah: setiap kali kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan antenatal pertama. Kunjungan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan ( 1X trimester pertama, 1X trimester kedua, 2X trimester ketiga.
Pengertian menurut Varney 1997 adalah setiap kali kunjungan antenatal yang di lakukan setelah kunjungan antenatal pertama memasuki persalinan .

Tujuan kunjungan ulang difokuskan pada pendeteksian komplikasi, mempersiapkan kelahiran, dan kegawatdaruratan.

Jadwal kunjungan ulang sebaiknya :
- Sampai dengan 28 mg usia kehamilan, setiap 4 mg.
- Antara 28-36 mg usia kehamilan, setiap 2 mg.
- Antara 36 mg sampai kelahiran, setiap minggu.

Isi kunjungan ulang yang harus dilakukan adalah :
a.Riwayat kehamilan sekarang
 Gerakan janin
 Setiap masalah atau tanda-tanda bahaya
 Keluhan-keluhan lazim dalam kehamilan
 Kekhawatiran-kekhawatiran lain
Selama pengambilan riwayat, bidan tetap membina hubungan saling percaya dengan ibu dan keluarganya.

b.Pemeriksaan fisik
 Berat badan
 Tekanan darah
 Pemeriksaan ekstermitas bawah (oedema, refleks tendon, varicositis dan
tanda homan)
 Pengukuran tinggi fundus uteri (setelah 12 mg dengan palpasi, setelah
22 mg dengan pita ukuran)
 Maneuver Leopold untuk mendeteksi kelainan letak (setelah 36 mg)
 DJJ (setelah 18 mg)
Penelitian membuktikan bahwa pemeriksaan tekanan darah secara rutin merupakan cara yang efektifuntuk mendeteksi preeklampsi. Penelitian juga membuktikan bahwa perkembangan bayi dapat dimonitor dengan menggunakan pengukuran tinggi fundus.

c.Pemeriksaan laboratorium
 Protein urin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penapisan rutin protein urin merupakan cara efektif mendeteksi preeklampsi.

d.Pemeriksaan panggul
 Lakukan pelvimetri klinis pada akhir trimester III jika panggul perlu
dievaluasi kembali
 Lakukan pemeriksaan vagina jika ada indikasi/ ibu memiliki tanda-tanda
kurang bulan.

Kamis, 19 Mei 2011

Ringkasan Status Pencapaian MDGs di Indonesia

MDG 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN
Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh indikator USD 1,00 per kapita per hari, menjadi setengahnya. Kemajuan juga telah dicapai dalam upaya untuk lebih menurunkan lagi tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh garis kemiskinan nasional dari tingkat saat ini sebesar 13,33 persen (2010) menuju targetnya sebesar 8 - 10 persen pada tahun 2014. Prevalensi kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan dapat mencapai target MDG sebesar 15,5 persen pada tahun 2015. Prioritas kedepan untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan
adalah dengan memperluas kesempatan kerja, meningkatkan infrastruktur pendukung, dan memperkuat sektor pertanian. Perha an khusus perlu diberikan pada: (i) perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro,kecil, dan menengah (UMKM); (ii) pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan sosial dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi kelompok termiskin di antara
yang miskin.

MDG 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
Upaya Indonesia untuk mencapai target MDG tentang pendidikan dasar dan melek huruf sudah menuju pada pencapaian target 2015 (on-track). Bahkan Indonesia menetapkan pendidikan dasar melebihi target MDGs dengan menambahkan sekolah menengah pertama sebagai sasaran pendidikan dasar universal. Pada tahun 2008/09 angka par sipasi kasar (APK) SD/MI termasuk Paket A telah mencapai 116,77 persen dan angka par sipasi murni (APM) sekitar 95,23 persen.Pada tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara umum disparitas par sipasi pendidikan antarprovinsi semakin menyempit dengan APM di hampir semua provinsi telah mencapai lebih dari 90,0 persen. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDG pendidikan adalahmeningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua daerah. Berbagai kebijakan dan program pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut adalah:
(i) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; (iii) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan.
Kebijakan alokasi dana pemerintah bagi sektor pendidikan minimal sebesar 20 persen dari jumlah anggaran nasional akan diteruskan untuk mengakselerasi pencapaian pendidikan dasar universal pada tahun 2015.

MDG 3: MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Berbagai kemajuan telah dicapai dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender di semuajenjang dan jenis pendidikan. Rasio angka par sipasi murni (APM) perempuan terhadap laki-laki di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama berturut-turut sebesar 99,73 dan 101,99 pada tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 sampai 24 tahun telah mencapai 99,85. Oleh sebab itu, Indonesia sudah secara efek f menuju (on-track) pencapaian kesetaraan gender yang terkait dengan pendidikan pada tahun 2015. Di bidang ketenagakerjaan, terlihat adanya peningkatan kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian. Di samping itu, proporsi kursi yang diduduki oleh perempuan di DPR pada Pemilu terakhir juga mengalami peningkatan, menjadi 17,9 persen. Prioritas ke depan dalam mewujudkan kesetaraan gender melipu : (1) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan; (2) perlindungan perempuan terhadap berbagai ndak kekerasan; dan (3) peningkatan
kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.

MDG 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
Angka kema an bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup signifikan dari 68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, sehingga target sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Demikian pula dengan target kema an anak diperkirakan akan dapat tercapai. Namun demikian, masih terjadi disparitas regional pencapaian target, yang mencerminkan adanya perbedaan akses atas pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil. Prioritas kedepan adalah memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan daerah
terpencil.

MDG 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
Dari semua target MDGs, kinerja penurunan angka kematian ibu secara global masih rendah. Di Indonesia, angka kema an ibu melahirkan (MMR/Maternal Mortality Rate) menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target pencapaian MDG pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan
kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terla h cukup tinggi, beberapa faktor seper risiko nggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perha an. Upaya menurunkan angka kema an ibu didukung pula dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmet need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Ke depan, upaya peningkatan kesehatan ibu diprioritaskan
pada perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan obstetrik yang komprehensif, peningkatan pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat.

MDG 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA
Tingkat prevalensi HIV/AIDS cenderung meningkat di Indonesia, terutama pada kelompok risiko nggi, yaitu pengguna narkoba sun k dan pekerja seks. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2004 dan 2005. Angka kejadian malaria per 1.000 penduduk menurun dari 4,68 pada tahun 1990 menjadi 1,85 pada tahun 2009. Sementara itu, pengendalian penyakit Tuberkulosis yang melipu penemuan kasus dan pengobatan
telah mencapai target. Pendekatan untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini terutama diarahkan pada upaya pencegahan dan pengarusutamaan ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Selain itu, pengendalian penyakit harus melibatkan semua pemangku kepen ngan dan memperkuat kegiatan promosi
kesehatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

MDG 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Tingkat emisi gas rumah kaca di Indonesia cukup nggi, walaupun upaya peningkatan luas hutan, pemberantasan pembalakan hutan, dan komitmen untuk melaksanakan kerangka kebijakan penurunan emisi karbon dioksida dalam 20 tahun kedepan telah dilakukan. Proporsi rumah tangga dengan akses air minum layak meningkat dari 37,73 persen pada tahun 1993 menjadi 47,71 persen pada tahun 2009. Sementara itu, proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi layak
meningkat dari 24,81 persen (1993) menjadi 51,19 persen (2009). Upaya untuk mengakselerasi pencapaian target air minum dan sanitasi yang layak terus dilakukan melalui investasi penyediaan air minum dan sanitasi, terutama untuk melayani jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat. Untuk daerah
perdesaan, penyediaan air minum dan sanitasi dilakukan melalui upaya pemberdayaan masyarakat agar memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan infrastruktur dan pembangunan sarana. Di samping itu, perlu dilakukan upaya untuk memperjelas peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan sistem air minum dan sanitasi yang layak. Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan menurun dari 20,75 persen pada tahun 1993 menjadi 12,12 persen pada tahun 2009. Upaya untuk penurunan proporsi rumah tangga kumuh dilakukan melalui penanganan pemukiman kumuh.

MDG 8: MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN
Indonesia merupakan par sipan ak f dalam berbagai forum internasional dan mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang bermanfaat dengan berbagai organisasi multi lateral, mitra bilateral dan sektor swasta untuk mencapai pola pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada penurunan ngkat kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah mendapat manfaat dari mitra pembangunan internasional. Untuk meningkatkan efek fitas kerjasama dan pengelolaan bantuan pembangunan di Indonesia, Jakarta Commitment telah ditandatangani bersama 26 mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009. Sementara itu, Debt Service Ra o Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses komunikasi dan informasi, sektor swasta telah membuat investasi besar ke dalam teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon genggam, jaringan PSTN, dan
komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia mempunyai akses pada telepon seluler.


sumber: LAPORAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM DI INDONESIA 2010
©2010 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

TANDA-TANDA DINI BAHAYA / KOMPLIKASI IBU DAN JANIN MASA KEHAMILAN LANJUT

PRINSIP DETEKSI DINI DLM KEHAMILAN LANJUT

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Deteksi : adalah usaha menemukan dan menentukan keberadaan, anggapan atau kenyataan
Dini : adalah seawal mungkin, selekas-lekasnya

Deteksi Dini Risiko Kehamilan:Adalah usaha menemukan seawal mungkin adanya kelainan, komplikasi dan penyulit kehamilan serta menyiapkan ibu untuk persalinan normal.
Tujuannya adalah untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal.

PENDAHULUAN
•Waspada terhadap tanda –tanda bahaya dalam kehamilan
•Mengajarkan ibu hamil dan mengenali tanda – tanda bahaya selama kehamilan dan menganjurkan datang ke klinik segera jika mengalami tanda – tanda bahaya tersebut.
•Memeriksa tanda – tanda bahaya ini setiap kunjungan untuk mengidentifikasi/ menemukan suatu tanda bahaya sehingga dapat membuat suatu assesmen atau diagnosa dan membuat suatu rencana penatalaksanaan yang sesuai.
•Tanda-tanda bahaya jika tidak terdeteksi dapat mengakibatkan kematian ibu.


(1).Perdarahan Pervaginam
Pada kehamilan lanjut perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak, dan kadang – kadang, tetapi tidak selalu disertai dengan rasa nyeri.
Jika bidan menemukan ibu hamil dengan keluhan perdarahan pervaginam maka :
–Tanyakan pada ibu karakteristik perdarahannya, kapan mulai, seberapa banyak, apa warnanya, adakah gumpalan, dan lain – lain.
–Tanyakan pada ibu apakah ia merasakan nyeri/ sakit ketika mengalami perdarahan tersebut
Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab dari perdarahan tersebut.
Perdarahan pervaginam pada kehamilan lanjut disebut juga dengan perdarahan antepartum/Haemorrhage Antepartum (HAP) yaitu perdarahan dari jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu
Frekuensi HAP 3% dari semua persalinan
Klasifikasi HAP:
Plasenta previa
Solusio plasenta
Perdarahan yang belum jelas sumbernya (ruptura sinis marginalis, plasenta letak rendah, vasa previa)


(2). Plasenta Previa
Definisi
Keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada sekmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir.

Klasifikasi
Belum ada kata sepakat dikalangan para ahli mengenai klasifikasi plasenta Previa, dikarenakan keadaan yang berubah-ubah seiring dengan bertambahnya usia kehamilan (besarnya uterus). Misalnya pada bulan ke tujuh masuk dalam klasifikasi plasenta Previa totalis, namun pada akhir kehamilan berubah menjadi plasenta previa lateralis. Ada beberapa ahli yang menganjurkan untuk menegakan diagnosis yang sesuai dengan keadaan saat diperiksa (moment opname).

Menurut De Snoo, diagnosis plasenta previa ditegakan berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm, dan jika dikombinasikan dari pendapat beberapa ahli kebidanan di Amerika, maka ditetapkan tiga klasifikasi plasenta previa, yaitu sebagai berikut :

- Plasenta Previa totalis (sentralis) : seluruh ostium ditutupi plasenta.
- Plasenta previa parsialis (lateralis) : sebagian ostium ditutupi plasenta.
- Plasenta previa letah rendah (marginalis) : tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.

Faktor-faktor yang meningkatkan kejadian PP :
1.Umur
Umur muda → endometrium masih belum sempurna
Umur tua → endometrium tumbuh kurang subur
2.Paritas
Paritas meningkatkan kejadian plasenta previa makin besar karena ndometrium belum sempat tumbuh
3.Endometrium yang cacat
- Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
- Bekas operasi, kuret/plasenta manual
- malnutrisi

Diagnosis dan gambaran klinis
Anamnesia
1.Keluhan utama pasien ketika datang ke fasilitas kesehatan biasanya karena ada perdarahan pada kehamilan lanjut (trimester III).
2.Sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang.
Kadang terjadi pada bangun tidur di pagi hari, tanpa disadari tempat tidur sudah dipenuhi dengan darah. Jumlah dara yang keluar biasanya akan bertambah banyak dari jumlah darah yang keluar sebelumnya. Banyak sedikitnya darah yang keluar bergantung pada seberapa besar bagian plasenta yang lepas dan pembuluh darah yang putus oleh pelepasan atau robeknya plasenta.

Inspeksi
1.Adanya perdarahan pervagina dengan jumlah banyak atau sedikit dan berwarna merah segar.
2.Jika perdarahan banyak, Ibu akan tampak pucat.

Palpasi Abdomen
1.Janin sering dalam keadaan belum cukup bulan, sehingga TFU masih rendah.
2.Sering dijumpai kesalahan letak janin (sungsang, lintang).
3.Bagian terbawah janin belum turun, jika presentasi kepala, biasanya masih dapat digoyangkan.

Pemeriksaan Inspekulo
Dengan memakai spekulum secara hati-hati, untuk melihat sumber perdarahan, apakah dari dalam uterus, kelainan vagina, atau pecahnya varises .

Pemeriksaan USG
Pada pemeriksaan USG terlihat letak plasenta disekmen bawah rahim.

Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan ini merupakan tekhnik yang paling jelas dalam menegakan diagnosis plasenta previa, namun bahayanya juga paling besar. Bahaya pemeriksaan dalam pada plasenta previa antara lain, yaitu dapat menyebabkan perdarahan yang hebat, dapat menimbulkan insfeksi, dan merangsang his (kontraksi rahim) yang akan memicu terjadinya partus prematurus.(Pemeriksaan dalam dapat di lakukan di meja operasi)


(3).SOLUSIO PLASENTA
- Terlepasnya plasenta yang letaknya normal sebelum janin lahir
- Frekuensi 1 dari 50 persalinan

Penyebab :
Trauma langsung terhadap uterus hamil (terjatuh, tendangan anak yang sedang digendong/trauma langsung lainnya)
Trauma kebidanan : karena tindakan kebidanan yang dilakukan :
•Setelah versi luar
•Seteleh memecahkan ketuban
•Persalinan anak kedua pada Gemelli
.Pada kehamilan dengan tali pusat pendek

Secara klinis solusio plasenta dibagi :
1.Solusio plasenta ringan
- Terlepasnya sebagian kecil plasenta
- Tidak berdarah banyak
- Tidak mempengaruhi keadaan ibu/janinnya
- Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya kehitam-hitaman sedikit sekali

2.Solusio plasenta sedang
• Terlepas lebih dari ¼ nya
• Dapat timbul perlahan-lahan dari solusio plasenta ringan
• Mendadak, sakit perut ters-menerus kemudian perdarahan pervaginam
• Ibu syok
• Uterus teraba tegang terus-menerus, nyeri tekan sehingga bagian janin susah teraba

3. Solusio plasenta berat
• Terlepas lebih dari 2/3 permukannya
• Terjadi tiba-tiba
• Ibu syok
• Janin telah meninggal
• Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri
• Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu kadang perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi

Diagnosis Solusio Plasenta :
1. Anamnesa
• Terdapat perdarahan yang disertai rasa nyeri
• Terjadi spontan/trauma
• Perut terasa nyeri
• Diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin
2. Pemeriksaan
• Pemeriksaan fisik umum
• Keadaan umum tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
• TD menurun, nadi danrnafasan meningkat
• Penderita tampak anemis
3. Palpasi abdomen
• Perut tegang terus-menerus
• Terasa nyeri pa aaat palpasi
• Bagian janin sukar ditentukan
4. Auskultasi
• DJJ bervariasi dari asfiksia ringan sampai dengan berat
5. Pemeriksaan dalam
• Terdapat pembukaan
• Ketuban tegang dan menonjol


(4)Sakit kepala yang hebat
Batasan
Masalah : wanita hamil mengeluh nyeri kepala yang hebat. Sakit kepala seringkali merupakan ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan. Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah serius adalah sakit kepala yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat.
Kadang – kadang dengan sakit kepala yang hebat Ibu mungkin menemukan bahwa penglihatannya menjadi kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari preklamsia.

•Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan dan seringkali merupakan ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan
•Sakit kepala yang merupakan masalah serius adalah sakit kepala hebat yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat
•Jika disertai dengan penglihatan kabur/berbayang merupakan gejala pre eklampsia
•Tanyakan pada ibu, apakah ia mengalami edema pada muka/tangan atau gangguan visual
•Periksa TD, protein urine, refleks dan edema
•Periksa suhu dan jika tinggi, lakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya parasit malaria


(5)Penglihatan Kabur
Batasan
Masalah : Wanita hamil mengeluh penglihatan yang kabur. Karena pengaruh hormonal, ketajaman penglihatan Ibu dapat berubaha dalam kehamilan. Perubahan ringan (minor) adalah normal.

Tanda dan Gejala
1.Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam adalah perubahan visual yang mendadak, misalnya pandangan kabur dan berbanyang.
2.Perubahan penglihatan ini mungkin disertai sakit kepala yang hebat dan mungkin menandakan pre-eklamsia.

Deteksi Dini
Pemeriksaan Data
Pemeriksaan TD, protein urine, refleks dan edema.


(6).Bengkak di wajah dan jari-jari tangan
Penjelasan Gejala dan Tanda
Bengkak bisa menunjukan adanya masalah serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan disertai dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini bisa merupakan pertanda anemia gagal jantung, atau pre-eklamsia.

•Hampir separuh dari ibu-ibu akan mengalami bengkak yang normal pd kaki yang biasanya muncul pada sore hari dan biasanya hilang setelah beristirahat/meninggikan kakinya
•Bengkak bisa menunjukkan masalah serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat dan disertai dengan keluhan fisik yang lain.
•Hal ini dapat merupakan pertanda anemia, gagal jantung atau pre eklampsia

Deteksi Dini
1.Pengumpulan data
Tanyakan pada Ibu apakah ia mengalami sakit kepala atau masalah visual.

2.Pemeriksaan
a). Periksa adanya pembengkakan
b). Ukur TD dan protein urine Ibu.
c). Periksa haemoglobin Ibu (atau warna konjungtifa) dan tanyakan tentang tanda dan gejala lain dari anemia.


(7).Gerak janin Tidak Terasa

a.Masalah : Ibu tidak merasakan gerakan janin sesudah kehamilan trimester 3.
b. Normalnya Ibu mulai merasakan gerakan janinnya selama bulan ke lima atau ke enam, beberapa Ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal.
c. Jika bayi tidur, gerakannya akan melemah.
d. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika Ibu berbaring atau beristirahat dan jika Ibu makan dan minum dengan baik.

1). Tanda dan gejala
Gerakan bayi kurang dari 3 kali dalam periode 3 jam.

2). Deteksi Dini
a. Pengumpulan data
Jika bayi sebelumnya bergerak dan sekarang tidak bergerak, tanyakan pada Ibu kapan terkahir bergerak.

b. Pemeriksaan
- Raba gerakan bayi
- Dengarkan DJJ.
- Jika pemeriksaan radiologi tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5
hari.

c. USG : merupakan sarana diagnostik yang baik untuk memastikan
kematian janin.


(8). Nyeri Perut yang Hebat
a. Masalah : Ibu mengeluh nyeri perut pada kehamilan trimester 3.
b. Nyeri abdomen yang berhubungan dengan persalinan normal adalalah normal.
c. Nyeri abdomen yang mungkin menunjukan masalah yang mengancam keselamatan jiwa adalah yang hebat, menetap, dan tidak hilang setelah beristirahat.
d. Hal ini bisa berarti epindisitis, kehamilan ektopik, aborsi, penyakit radang panggul, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantung empedu, uterus yang iritabel, abrupsio plasenta, ISK atau insfeksi lain.

Deteksi Dini
a. Pengumpulan data
- Tanyakan pada Ibu tentang karakteristik dari nyeri, kapan terjadi, seberapa hebat, kapan mulai dirasakan.
- Tanyakan pada Ibu apakah ia mempunyai tanda atau gejala lain seperti muntah, diare dan demam.

b. Pemeriksaan
- Ukur TD, suhu dan nadi.
- Lakukan pemeriksaan eksternal (luar), pemeriksaan internal (dalam), raba
kelembutan abdomen atau rebound tenderness (kelembutan yang berulang)
- Periksa protein urine.


(Hasil Makalah Mahasiswa Klp1, TK.Ib Semester II STIKes MRH Cibubur)

sumber:
http://ayurai.wordpress.com/2009/04/05/konsep-tanda-tanda-bahaya-kehamilan/
http://www.lusa.web.id/tanda-bahaya-trimester-i/
Mitayani.2009.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta: Salemba Medika.
Sulistyawati, Ari.2009.Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.Jakarta: Salemba Medika.

Permenkes161_RegistrasiNakes_2010

REGISTRASI TENAGA KESEHATAN


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 161/MENKES/PER/I/2010

TENTANG

REGISTRASI TENAGA KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 23 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,
peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan, dan dalam rangka pemberian izin, perlu
mengatur registrasi tenaga kesehatan dengan Peraturan
Menteri Kesehatan;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3637);


1
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 lentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,dan/atau masyarakat.
3. Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi.
4. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau
pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya

2
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
profesinya.

Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah
memiliki sertifikat kompetensi.
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, selanjutnya disingkat MTKI adalah
lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, selanjutnya disingkat MTKP adalah
lembaga yang melaksanakan uji kompetensi di daerah dalam rangka proses
registrasi.
Menteri adalah menteri yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan.

BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan keprofesiannya
wajib memiliki STR.
Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga
Kesehatan harus mengajukan pemohonan dengan melampirkan persyaratan
meliputi:
a. fotokopi Ijazah pendidikan di bidang kesehatan yang dilegalisir,
b. fotokopi transkrip nilai akademik yang dilegalisir,
c. fotokopi Sertifikat Kompetensi yang dilegalisir;
d. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
e. pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f. pas foto terbaru dan berwarna ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diperoleh
melalui Uji Kompetensi.
STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima)tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

3
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 3
Dalam rangka pelaksanaan Registrasi dan Uji Kompetensi, Menteri membentuk
MTKI dan MTKP.

Bagian Kedua
Uji Kompetensi

Pasal 4
(1) Uji Kompetensi dilaksanakan oleh MTKP.
(2) Untuk mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga
Kesehatan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan persyaratan
meliputi:
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. memiliki surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etik
profesi atau melampirkan fotokopi surat bukti angkat sumpah; dan
d. pas foto terbaru dan berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan Uji Kompetensi, MTKP membentuk Tim Penguji Kompetensi.
(2) Tim Penguji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
sekelompok orang yang telah mengikuti pelatihan menguji, dan teruji
kompetensinya, serta telah memiliki sertifikat dari MTKI atas nama Menteri.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan untuk menjadi penguji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam pedoman teknis MTKI.

Pasal 6
Peserta Uji Kompetensi terdiri dari peserta yang telah menyelesaikan pendidikan Tenaga Kesehatan atau peserta yang akan melakukan Uji Kompetensi ulang.

Pasal 7
Waktu pelaksanaan Uji Kompetensi disesuaikan dengan jadwal Uji Kompetensi
nasional dan tempat Uji Kompetensi yang tersedia di setiap daerah yang ditetapkan MTKI.

Pasal 8
Peralatan Uji Kompetensi yang meliputi bahan dan alat uji harus disediakan dan dilengkapi sesuai dengan materi Uji Kompetensi.

4
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 9
(1) Uji Kompetensi dilakukan di Institusi pendidikan tenaga kesehatan yang
terakredilasi atau tempat lain yang ditunjuk.
(2) Materi Uji Kompetensi disusun oleh MTKI sesuai dengan standar kompetensi
yang telah ditetapkan dalam standar profesi.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara Uji Kompetensi ditetapkan oleh MTKI.

Pasal 10
(1) Tenaga Kesehatan yeng telah lulus Uji Kompetensi diberikan Sertifikat
Kompetensi.
(2) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Ketua MTKP.
(3) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) barlaku selama 5(lima) tahun dan dapat dilakukan Uji Kompetensi kembali setelah habis masa
berlakunya.
(4) Berdasarkan Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Tenaga Kesehatan harus segera mengajukan permohonan memperoleh STR.
(5) Contoh Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Formulir I terlampir.

Pasal 11
Bagi Tenaga Kesehatan asing dan/atau lulusan luar negeri berlaku ketentuan Uji Kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Registrasi

Pasal 12
Untuk memperoleh STR, Tenaga Kesehatan harus mengajukan permohonan
kepada Ketua MTKI melalui MTKP.
Contoh surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana
tercantum dalam Formulir II terlampir.
MTKI melakukan Registrasi secara nasional dan memberikari nomor Registrasi
peserta kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melalui MTKP.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selaku registrar menandatangani STR atas
nama MTKI dan STR berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia.
Contoh STR sebagaimana tercantum dalam Farmulir III terlampir.
MTKI menyampaikan pembukuan Registrasi kepada Menteri melalui Kepala
Badan.

5
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 13

(4)Tenaga Kesehatan asing dan/atau lulusan luar negeri yang bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memiliki STR.
Untuk memperoleh STR, Tenaga Kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi;
c. memiliki surat keterangan telah mengikuti program adaptasi/evaluasi;
d. memiliki surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
e. pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
rekomendasi organisasi profesi dari negara asal,
Untuk memperoleh STR, lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang merupakan Warga Negara Indonesia harus memenuhi persyaratan
meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi;
c. memiliki surat keterangan telah mengikuti program adaptasi/evaluasi;
d. memiliki surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat lzin Praktik; dan
e. pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Tenaga Kesehatan warga negara asing dan/atau lulusan luar negeri selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi
surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
STR tidak berlaku apabila :
a. dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya;
c. atas permintaan yang bersangkutan; atau
d. yang bersangkutan meninggal dunia.

BAB III
MTKI
Baglan Kesatu
Umum

Pasal15
(1) Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga
Kesehatan dibentuk MTKI.
(2) MTKI bertanggung jawab kepada Menteri.

6
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua
Tugas

Pasal16
MTKI mempunyai tugas:
a. membantu Menteri dalam menyusun kebijakan, strategi, dan tata laksana
Registrasi;
b. melakukan upaya pengembangan mutu Tenaga Kesehatan;
c. melakukan kaji banding mutu Tenaga Kesehatan;
d. menyusun tata cara Uji Kompetensi, penguji, dan monitoring MTKP;
e. memberikan nomor Registrasi Tenaga Kesehatan;
f. menerbitkan dan mencabut STR;
g. melakukan sosialisasi Registrasi Tenaga Kesehatan; dan
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Registrasi.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 17
(1) Susunan organisasi MTKI terdiri atas:
a. Ketua;
b. Divisi Profesi;
c. Divisi Standarisasi; dan
d. Divisi Evaluasi.
(2) Keanggotaan MTKI ditetapkan oleh Menteri atas usul Kepala Badan yang terdiri dari unsur-unsur:
a. Kementerian Kesehatan sebanyak 4 (empat) orang;
b. Perwakilan organisasi profesi perawat sebanyak 3 (tiga) orang;
c. Perwakilan organisasi profesi bidan sebanyak 2 (dua) orang;
d. perwakilan organisasi profesi lainnya sebanyak 1 (satu) orang dari masing-masing profesi; dan e. perwakilan unsur pendidikan sebanyak 1 (satu) orang.

(3) Persyaratan keanggotaan MTKI meliputi:
a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh waktu;
c. latar belakang pendidikan minimal Strata 1 (satu) bidang kesehatan;
d. memiliki dedikasi yang tinggi terhadap mutu pelayanan kesehatan;
e. berusia antara 45 (empat puluh lima) tahun sampai dengan 60 (enam puluh)
tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. memiliki pengalaman bekerja sebagai profesional di bidang kesehatan sesuai dengan kualifikasinya minimal selama 3 (tiga) tahun;dan
h. berdomisili di ibukota negara Republik Indonesia.

7
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(4) Masa bakti keanggotaan MTKI adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali
maksimal 1 (satu) periode.
(5) Ketua MTKI dan Divisi dijabat oleh salah satu wakil dari Kementerian Kesehatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan MTKI ditetapkan oleh Ketua MTKI.

Pasal 18
(1) Divisi Profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b bertugas:
a. memberikan masukan dalam pelaksanaan Uji Kompetensi yang meliputi
mekanisme, materi, penguji, dan tempat; dan
b. menunjuk perwakilan anggota organisasi profesi untuk dicalonkan dalam
penyelenggaraan Uji Kompetensi.
(2) Divisi Standarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c
mempunyai tugas:
a. menyusun standar materi Uji Kompetensi;
b. mengembangkan standar materi Uji Kompetensi;
c. menyusun kriteria penguji;
d. menyusun standar materi pelatihan tim penguji; dan
e. menetapkan standar prosedur operasional Uji Kompetensi.
(3) Divisi Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf d
mempunyai tugas:
a. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Uji Kompetensi; dan
b. melaksanakan monitoring dan evaluasi pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan.

Pasal 19
MTKI dalam melaksanakan tugasnya dibantu:
a. Sekretariat, yang merupakan unit Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan; dan
b. Tim Ad hoc yang dibentuk oleh MTKI.

Pasal 20
(1) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dipimpin oleh
seorang Sekretaris.
(2) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Badan dan bertugas sebagai pelaksana administrasi MTKI.
(3) Sekretariat MTKI mempunyai tugas:
a. melakukan sinkronisasi dan harmonisasi tugas MTKI dengan kebijakan
Pemerintah;
b. penatausahaan STR; dan
c. mengelola keuangan, kearsipan, personalia, dan kerumahtanggaan MTKI.

8
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB IV
MTKP

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 21
(1) MTKP merupakan unit fungsional dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan dibawah koordinasi
MTKI.
(2) MTKP dibentuk di setiap provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.
(3) MTKP bertanggung jawab kepada Kepala Badan melalui MTKI.

Bagian Kedua
Tugas, dan Wewenang

Pasal 22
MTKP mempunyai tugas:
a. melakukan rekrutmen calon peserta Uji Kompetensi;
b. meneliti kelengkapan dan keabsahan terhadap persyaratan calon peserta Uji
Kompetensi:
c. melaksanakan Uji Kompetensi;
d. menerbitkan sertifikat Uji Kompetensi;
e. memberikan rekomendasi kepada institusi pendidikan yang terakreditasi untuk melakukan pendidikan dan pelatihan bagi peserta yang tidak lulus Uji
Kompetensi;
f. melaksanakan kebijakan Uji Kompetensi;
g. melaksanakan pemantauan Uji Kompetensi; dan
h. mempublikasikan hasil Uji Kompetensi.

Pasal 23
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, MTKP
mempunyai wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Uji Kompetensi;
b. melaksanakan sosialisasi Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan di Provinsi;
c. memberikan Sertifikat Kompetensi kepada peserta yang lulus ujian kompetensi;
d. melakukan koordinasi pelaksanaan Uji Kompetensi dengan MTKI;
e. membuat laporan berkala kepada MTKI dengan tembusan Pemerintah Daerah
Provinsi; dan
f. melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
di Provinsi.

9
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal24
(1) Susunan organisasi MTKP terdiri dari:
a. Ketua;
b. Divisi Registrasi;
c. Divisi Uji;
d. Divisi Pendidikan. Pelatihan dan Pembinaan; dan
e. Divisi Evaluasi.
(2) Ketua MTKP dijabat oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi.
(3) Keanggotaan MTKP ditetapkan oleh Kepala Badan.

Pasal 25
(1) Keanggotaan MTKP terdiri dan unsur-unsur yang berasal dari:
a. Dinas Kesehatan; dan
b. perwakilan organisasi profesi.
(2) Persyaratan keanggotaan MTKP meliputi:
a. Warga Negara Indonesia;
b. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh waktu ;
c. latar belakang pendidikan minimal Strata 1 (satu) bidang kesehatan atau
setara;
d. memiliki dedikasi yang tinggi terhadap mutu pelayanan kesehatan;
e. berusia antara 40 (ernpat puluh) tahun sarnpai dengan 60 (enam puluh)
tahun;
f. sehat jasmani dan rohani; dan
g. memiiiki pengalaman bekerja sebagai profesional di bidang kesehatan
minimal 3 (tiga) tahun.
(3) Masa bakti keanggotaan MTKP adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali maksimal 1 (satu) periode.

Pasal 26
MTKP dalam melaksanakan tugasnya dibantu:
a. Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris; dan
b. Tim Ad hoc yang dibentuk oleh MTKP.

Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja MTKP di tetapkan oleh Ketua MTKI.


10
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB V
PEMBIAYAAN

Pasal 28
(1) Pembiayaan kegiatan MTKI dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
(2) Pembiayaan kegiatan MTKP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi, dan/atau
peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Uji Kompetensi.
(3) Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan pelaksanaan Registrasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan mengikutsertakan organisasi profesi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan
untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan Tenaga Kesehatan;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan Tenaga Kesehatan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga Kesehatan.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30
(1) Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi dan mendapatkan bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan kesehatan di seluruh
wilayah Indonesia dinyatakan telah memiliki STR sampai dengan masa
berlakunya berakhir.
(2) Bukti tertulis pemberian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi;
a. SIB untuk Tenaga Kesehatan Bidan
b. SIP untuk Tenaga Kesehatan Perawat
c. SIF untuk Tenaga Kesehalan Fisioterapis
d. SIPG untuk Tenaga Kesehatan Perawat Gigi
e. SIRO untuk Tenaga Kesehatan Refraksionis Optisien
f. SlTW untuk Tenaga Kesehatan Terapis Wicara
g. SIR untuk Tenaga Kesehatan Radiografer
h. SlOT untuk Tenaga Kesehatan Okupasi Terapis

(3) Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi yang diperoleh sebelum terbentuknya MTKI dan MTKP berdasarkan Peraturan ini, dan belum memiliki bukti tertulis pemberian kewenangan dinyatakan telah memiliki Sertifikat
Kompetensi berdasarkan Peraturan ini.
(4) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan
permohonan Registrasi berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 31
(1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, proses Registrasi Tenaga Kesehatan
sebelum terbentuknya MTKP dan MTKI, untuk:
a. Perawat dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat;
b. Fisioterapis dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis;
c. Perawat gigi dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi;
d. Refraksionis Optisien dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 544/Menkes/SK/Vl/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis
Optisien;
e. Bidan dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan;
f. Terapis wicara dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis Wicara;
g. Radiografer dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiografer; dan
h. Okupasi terapis dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
548/Menkes/Per/V/2007 tentang Registrasi dan Izin Kerja Okupasi Terapis.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila MTKI dan MTKP setempat telah terbentuk.
(3) MTKP yang telah terbentuk pada saat Peraturan ini mulai berlaku, harus
menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Peraturan ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32
Ketentuan Registrasi Tenaga Kesehatan dalam Peraturan ini tidak berlaku bagi
tenaga medis dan tenaga kefarmasian.

12
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 33
(1) MTKI harus dibentuk paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan ini
ditetapkan.
(2) MTKP harus dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

Pasal 34
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka:
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/Vl/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang
Registrasi dan Praktik Terapis Wicara;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiografer; dan
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 548/Menkes/Per/V/2007 tentang Registrasi dan Izin Kerja Okupasi Terapis,Sepanjang yang mengatur pelaporan dan registrasi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, apabila MTKI dan MTKP telah terbentuk.

Pasal 35
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Januari 2010

MENTERI KESEHATAN,


dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH

sumber: http://www.pdpersi.co.id/persi/data/permenkes161.pdf

Rabu, 18 Mei 2011

Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007_StandarProfesiBidan

Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007

TENTANG

STANDAR PROFESI BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN.
Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2007

MENTERI KESEHATAN,

Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)


LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007
TANGGAL : 27 Maret 2007

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker.
Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.
2. Tujuan
a. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.
3. Pengertian
a. Definisi bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional / Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
b. Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
c. Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya
d. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
e. Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya, didasari etika dan kode etik bidan.
f. Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
g. Asuhan Kebidanan (PR lihat buku)
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan
Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
4. Paradigma Kebidanan
Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.
a. Perempuan
Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangan. Perempuan sebagai penerus generasi, sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sangat diperlukan.
Perempuan sebagai sumber daya insani merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga. Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan kesejahteraan keluarga.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.
Masyarakat merupakan kelompok paling penting dan kompleks yang telah dibentuk oleh manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri dari individu, keluarga dan komunitas yang mempunyai tujuan dan sistem nilai.
Perempuan merupakan bagian dari anggota keluarga dari unit komunitas. Keluarga yang dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia berada. Keluarga dapat menunjang kebutuhan sehari-hari dan memberikan dukungan emosional kepada ibu sepanjang siklus kehidupannya. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lokasi tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan reproduksi perempuan.
c. Perilaku
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
d. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
1) Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi anggung jawab bidan.
2) Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3) Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
e. Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.
5. Falsafah Kebidanan
Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi :
a. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan. Hamil dan bersalin merupakan suatu proses alamiah dan bukan penyakit.
b. Keyakinan tentang Perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu perempuan harus berpartisipasi aktif dalam stiap asuhan yang diterimanya.
c. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan adalah mengupayakan kesejahteraan ibu & bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan & janin/bayinya.
d. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan. Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan konseling. Pengambila keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga & pemberi asuhan.
e. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada: pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dg cara yang kreatif & fleksibel, suportif, peduli; bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan & tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan
f. Keyakinan ttg Kolaborasi dan Kemitraan. Praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional, social, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan memiliki otonomi penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
h. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.
i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa masa remaja.
k. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.
6. Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
7. Kualifikasi Pendidikan
a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
B. STANDAR KOMPETENSI BIDAN
Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
Pengetahuan dan Keterampilan Dasar
1. Kebudayaan dasar masyarakat di Indonesia.
2. Keuntungan dan kerugian praktik kesehatan tradisional dan modern.
3. Sarana tanda bahaya serta transportasi kegawat-daruratan bagi anggota masyarakat yang sakit yang membutuhkan asuhan tambahan.
4. Penyebab langsung maupun tidak langsung kematian dan kesakitan ibu dan bayi di masyarakat.
5. Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal (kesehatan dalam memperoleh pelayanan kebidanan).
6. Keuntungan dan resiko dari tatanan tempat bersalin yang tersedia.
7. Advokasi bagi wanita agar bersalin dengan aman.
8. Masyarakat keadaan kesehatan lingkungan, termasuk penyediaan air, perumahan, resiko lingkungan, makanan, dan ancaman umum bagi kesehatan.
9. Standar profesi dan praktik kebidanan.
Pengetahuan dan Keterampilan Tambahan
1. Epidemiologi, sanitasi, diagnosa masyarakat dan vital statistik.
2. Infrastruktur kesehatan setempat dan nasional, serta bagaimana mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk asuhan kebidanan.
3. Primary Health Care (PHC) berbasis di masyarakat dengan menggunakan promosi kesehatan serta strategi penvegahan penyakit.
4. Program imunisasi nasional dan akses untuk pelayanan imunisasi.
Perilaku Profesional Bidan
1. Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
2. Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir.
4. Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan strategis dan pengendalian infeksi.
5. Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan.
6. Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.
7. Menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum wanita/ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan tentang semua aspek asuhan, meminta persetujuan secara tertulis supaya mereka bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri.
8. Menggunakan keterampilan mendengar dan memfasilitasi.
9. Bekerjasama dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dan keluarga.
10. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI
Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
Pengetahuan Dasar
1. Pertumbuhan dan perkembangan seksualitas dan aktivitas seksual.
2. Anatomi dan fisiologi pria dan wanita yang berhubungan dengan konsepsi dan reproduksi.
3. Norma dan praktik budaya dalam kehidupan seksualitas dan kemampuan bereproduksi.
4. Komponen riwayat kesehatan, riwayat keluarga, dan riwayat genetik yang relevan.
5. Pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengevaluasi potensi kehamilan yang sehat.
6. Berbagai metode alamiah untuk menjarangkan kehamilan dan metode lain yang bersifat tradisional yang lazim digunakan.
7. Jenis, indikasi, cara pemberian, cara pencabutan dan efek samping berbagai kontrasepsi yang digunakan antara lain pil, suntik, AKDR, alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK), kondom, tablet vagina dan tisu vagina.
8. Metode konseling bagi wanita dalam memilih suatu metode kontrasepsi.
9. Penyuluhan kesehatan mengenai IMS, HIV/AIDS dan kelangsungan hidup anak.
10. Tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual yang lazim terjadi.
Pengetahuan Tambahan
1. Faktor-faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan.
2. Indikator penyakit akut dan kronis yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, dan proses rujukan pemeriksaan/pengobatan lebih lanjut.
3. Indikator dan metode konseling/rujukan terhadap gangguan hubungan interpersonal, termasuk kekerasan dan pelecehan dalam keluarga (seks, fisik dan emosi).
Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang lengkap.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang berfokus sesuai dengan kondisi wanita.
3. Menetapkan dan atau melaksanakan dan menyimpulkan hasil pemeriksaan laboratorium seperti hematokrit dan analisa urine.
4. Melaksanakan pendidikan kesehatan dan keterampilan konseling dasar dengan tepat.
5. Memberikan pelayanan KB yang tersedia sesuai kewenangan dan budaya masyarakat.
6. Melakukan pemeriksaan berkala akseptor KB dan melakukan intervensi sesuai kebutuhan.
7. Mendokumentasikan temuan-temuan dari intervensi yang ditemukan.
8. Melakukan pemasangan AKDR.
9. Melakukan pencabutan AKDR dengan letak normal.
Keterampilan Tambahan
1. Melakukan pemasangan AKBK.
2. Melakukan pencabutan AKBK dengan letak normal.
ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN
Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
Pengetahuan Dasar
1. Anatomi dan fisiologi tubuh manusia.
2. Siklus menstruasi dan proses konsepsi.
3. Tumbuh kembang janin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Tanda-tanda dan gejala kehamilan.
5. Mendiagnosa kehamilan.
6. Perkembangan normal kehamilan.
7. Komponen riwayat kesehatan.
8. Komponen pemeriksaan fisik yang terfokus selama antenatal.
9. Menentukan umur kehamilan dari riwayat menstruasi, pembesaran dan/atau tinggi fundus uteri.
10. Mengenal tanda dan gejala anemia ringan dan berat, hyperemesis gravidarum, kehamilan ektopik terganggu, abortus imminen, molahydatidosa dan komplikasinya, dan kehamilan ganda, kelainan letak serta pre eklamsia.
11. Nilai Normal dari pemeriksaan laboratorium seperti Haemaglobin dalam darah, test gula, protein, acetone dan bakteri dalam urine.
12. Perkembangan normal dari kehamilan: perubahan bentuk fisik, ketidaknyamanan yang lazim, pertumbuhan fundus uteri yang diharapkan.
13. Perubahan psikologis yang normal dalam kehamilan dan dampak kehamilan terhadap keluarga.
14. Penyuluhan dalam kehamilan, perubahan fisik, perawatan buah dada ketidaknyamanan, kebersihan, seksualitas, nutrisi, pekerjaan dan aktifitas (senam hamil).
15. Kebutuhan nutrisi bagi wanita hamil dan janin.
16. Penata laksanaan immunisasi pada wanita hamil.
17. Pertumbuhan dan perkembangan janin.
18. Persiapan persalinan, kelahiran, dan menjadi orang tua.
19. Persiapan keadaan dan rumah/keluarga untuk menyambut kelahiran bayi.
20. Tanda-tanda dimulainya persalinan.
21. Promosi dan dukungan pada ibu menyusukan.
22. Teknik relaksasi dan strategi meringankan nyeri pada persiapan persalinan dan kelahiran.
23. Mendokumentasikan temuan dan asuhan yang diberikan.
24. Mengurangi ketidaknyamanan selama masa kehamilan.
25. Penggunaan obat-obat tradisional ramuan yang aman untuk mengurangi ketidaknyamanan selama kehamilan.
26. Akibat yang ditimbulkan dari merokok, penggunaan alkohol, dan obat terlarang bagi wanita hamil dan janin.
27. Akibat yang ditimbulkan/ditularkan oleh binatang tertentu terhadap kehamilan, misalnya toxoplasmasmosis.
28. Tanda dan gejala dari komplikasi kehamilan yang mengancam jiwa seperti pre-eklampsia, perdarahan pervaginam, kelahiran premature, anemia berat.
29. Kesejahteraan janin termasuk DJJ dan pola aktivitas janin.
30. Resusitasi kardiopulmonary.
Pengetahuan Tambahan
1. Tanda, gejala dan indikasi rujukan pada komplikasi tertentu dalam kehamilan, seperti asma, infeksi HIV, infeksi menular seksual (IMS), diabetes, kelainan jantung, postmatur/serotinus.
2. Akibat dari penyakit akut dan kronis yang disebut diatas bagi kehamilan dan janinnya.
Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data riwayat kesehatan dan kehamilan serta menganalisanya pada setiap kunjungan/pemeriksaan ibu hamil.
2. Melaksanakan pemeriksaan fisik umum secara sistematis dan lengkap.
3. Melaksanakan pemeriksaan abdomen secara lengkap termasuk pengukuran tinggi fundus uteri/posisi/presentasi dan penurunan janin.
4. Melakukan penilaian pelvic, termasuk ukuran dan struktur tulang panggul.
5. Menilai keadaan janin selama kehamilan termasuk detak jantung janin dengan menggunakan fetoscope (Pinrad) dan gerakan janin dengan palpasi uterus.
6. Menghitung usia kehamilan dan menentukan perkiraan persalinan.
7. Mengkaji status nutrisi ibu hamil dan hubungannya dengan pertumbuhan janin.
8. Mengkaji kenaikan berat badan ibu dan hubungannya dengan komplikasi kehamilan.
9. Memberikan penyuluhan pada klien/keluarga mengenai tanda-tanda berbahaya serta bagaimana menghubungi bidan.
10. Melakukan penatalaksanaan kehamilan dengan anemia ringan, hyperemesis gravidarum tingkat I, abortus imminen dan pre eklamsia ringan.
11. Menjelaskan dan mendemontrasikan cara mengurangi ketidaknyamanan yang lazim terjadi dalam kehamilan.
12. Memberikan immunisasi pada ibu hamil.
13. Mengidentifikasi penyimpangan kehamilan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan tepat dari:
a. Kekurangan gizi.
b. Pertumbuhan janin yang tidak adekuat: SGA & LGA.
c. Pre eklamsia berat dan hipertensi.
d. Perdarahan per-vaginam.
e. Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm.
f. Kelainan letak pada janin kehamilan aterm.
g. Kematian janin.
h. Adanya adema yang signifikan, sakit kepala yang hebat, gangguan pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi.
i. Ketuban pecah sebelum waktu (KPD=Ketuban Pecah Dini).
j. Persangkaan polyhydramnion.
k. Diabetes melitus.
l. Kelainan congenital pada janin.
m. Hasil laboratorium yang tidak normal.
n. Persangkaan polyhydramnion, kelainan janin.
o. Infeksi pada ibu hamil seperti : IMS, vaginitis, infeksi saluran perkemihan dan saluran nafas.
14. Memberikan bimbingan dan persiapan untuk persalinan, kelahiran dan menjadi orang tua.
15. Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai perilaku kesehatan selama hamil seperti nutrisi, latihan (senam), keamanan dan berhenti merokok.
16. Penggunaan secara aman jamu/obat-obatan tradisional yang tersedia.
Keterampilan Tambahan
1. Menggunakan Doppler untuk memantau DJJ.
2. Memberikan pengobatan dan/atau kolaborasi terhadap penyimpangan dari keadaan normal dengan menggunakan standar local dan sumber daya yang tersedia.
3. Melaksanakan kemampuan Asuhan Pasca Keguguran.
ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN
Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
Pengetahuan Dasar
1. Fisiologi persalinan.
2. Anatomi tengkorak janin, diameter yang penting dan penunjuk.
3. Aspek psikologis dan cultural pada persalinan dan kelahiran.
4. Indikator tanda-tanda mulai persalinan.
5. Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf atau alat serupa.
6. Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan.
7. Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.
8. Proses penurunan janinmelalui pelvic selama persalinan dan kelahiran.
9. Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan kehamilan normal dan ganda.
10. Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti: kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat.
11. Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan diluar uterus.
12. Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi pernapasan, kehangatan dan memberikan ASI/PASI, eksklusif 6 bulan.
13. Pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional bayi baru lahir, jika memungkinkan antara lain kontak kulit langsung, kontak mata antar bayi dan ibunya bila dimungkinkan.
14. Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
15. Manajemen fisiologi kala III.
16. Memberikan suntikan intra muskuler meliputi: uterotonika, antibiotika dan sedative.
17. Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti: distosia bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan karena atonia uteri dan mengatasi renjatan.
18. Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat janin, CPD.
19. Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term serta tali pusat menumbung.
20. Prinsip manajemen kala III secara fisiologis.
21. Prinsip manajemen aktif kala III.
Pengetahuan Tambahan
1. Penatalaksanaan persalinan dengan malpresentasi.
2. Pemberian suntikan anestesi local.
3. Akselerasi dan induksi persalinan.
Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data yang terfokus pada riwayat kebidanan dan tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang.
2. Melaksanakan pemeriksaan fisik yang terfokus.
3. Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisi dan penurunan janin.
4. Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi).
5. Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban, dan proporsi panggul dengan bayi.
6. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograph.
7. Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan keluarganya.
8. Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang kuat selama persalinan.
9. Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawat daruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
10. Melakukan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm sesuai dengan indikasi.
11. Menolong kelahiran bayi dengan lilitan tali pusat.
12. Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan.
13. Melaksanakan manajemen fisiologi kala III.
14. Melaksanakan manajemen aktif kala III.
15. Memberikan suntikan intra muskuler meliputi uterotonika, antibiotika dan sedative.
16. Memasang infus, mengambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin (HB) dan hematokrit (HT).
17. Menahan uterus untuk mnecegah terjadinya inverse uteri dalam kala III.
18. Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaputnya.
19. Memperkirakan jumlah darah yang keluar pada persalinan dengan benar.
20. Memeriksa robekan vagina, serviks dan perineum.
21. Menjahit robekan vagina dan perineum tingkat II.
22. Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang, partus macet kepada di dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, post term dan pre term.
23. Melakukan pengeluaran, plasenta secara manual.
24. Mengelola perdarahan post partum.
25. Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan/kegawat daruratan dengan tepat waktu sesuai indikasi.
26. Memberikan lingkungan yang aman dengan meningkatkan hubungan/ikatan tali kasih ibu dan bayi baru lahir.
27. Memfasilitasi ibu untuk menyusui sesegera mungkin dan mendukung ASI eksklusif.
28. Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi yang dilakukan.
Keterampilan Tambahan
1. Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang tepat.
2. Memberikan suntikan anestesi local jika diperlukan.
3. Melakukan ekstraksi forcep rendah dan vacum jika diperlukan sesuai kewenangan.
4. Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan kematian janin dalam kandungan (IUFD) dengan tepat.
5. Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung.
6. Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.
7. Membuat resep dan atau memberikan obat-obatan untuk mengurangi nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan.
8. Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi persalinan dan penanganan perdarahan post partum.
ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI
Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
Pengetahuan Dasar
1. Fisiologis nifas.
2. Proses involusi dan penyembuhan sesudah persalinan/abortus.
3. Proses laktasi/menyusui dan teknik menyusui yang benar serta penyimpangan yang lazim terjadi termasuk pembengkakan payudara, abses, masitis, putting susu lecet, putting susu masuk.
4. Nutrisi ibu nifas, kebutuhan istirahat, aktifitas dan kebutuhan fisiologis lainnya seperti pengosongan kandung kemih.
5. Kebutuhan nutrisi bayi baru lahir.
6. Adaptasi psikologis ibu sesudah bersalin dan abortus.
7. “Bonding & Atacchment” orang tua dan bayi baru lahir untuk menciptakan hubungan positif.
8. Indikator subinvolusi: misalnya perdarahan yang terus-menerus, infeksi.
9. Indikator masalah-masalah laktasi.
10. Tanda dan gejala yang mengancam kehidupan misalnya perdarahan pervaginam menetap, sisa plasenta, renjatan (syok) dan pre-eklamsia post partum.
11. Indikator pada komplikasi tertentu dalam periode post partum, seperti anemia kronis, hematoma vulva, retensi urine dan incontinetia alvi.
12. Kebutuhan asuhan dan konseling selama dan konseling selama dan sesudah abortus.
13. Tanda dan gejala komplikasi abortus.
Keterampilan Dasar
1. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan yang terfokus, termasuk keterangan rinci tentang kehamilan, persalinan dan kelahiran.
2. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada ibu.
3. Pengkajian involusi uterus serta penyembuhan perlukaan/luka jahitan.
4. Merumuskan diagnosa masa nifas.
5. Menyusun perencanaan.
6. Memulai dan mendukung pemberian ASI eksklusif.
7. Melaksanakan pendidikan kesehatan pada ibu meliputi perawatan diri sendiri, istirahat, nutrisi dan asuhan bayi baru lahir.
8. Mengidentifikasi hematoma vulva dan melaksanakan rujukan bilamana perlu.
9. Mengidentifikasi infeksi pada ibu, mengobati sesuai kewenangan atau merujuk untuk tindakan yang sesuai.
10. Penatalaksanaan ibu post partum abnormal: sisa plasenta, renjatan dan infeksi ringan.
11. Melakukan konseling pada ibu tentang seksualitas dan KB pasca persalinan.
12. Melakukan konseling dan memberikan dukungan untuk wanita pasca persalinan.
13. Melakukan kolaborasi atau rujukan pada komplikasi tertentu.
14. Memberikan antibiotika yang sesuai.
15. Mencatat dan mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
Keterampilan Tambahan
1. Melakukan insisi pada hematoma vulva.
ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
Pengetahuan Dasar
1. Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.
2. Kebutuhan dasar bayi baru lahir: kebersihan jalan napas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, “bonding & attachment”.
3. Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.
4. Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5. Tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir selama 1 bulan.
6. Memberikan immunisasi pada bayi.
7. Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: caput, molding, mongolian spot, hemangioma.
8. Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.
9. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan.
10. Keuntungan dan resiko immunisasi pada bayi.
11. Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature.
12. Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial, fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma.
Keterampilan Dasar
1. Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran pernafasan, dan merawat tali pusat.
2. Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.
3. Menilai segera bayi baru lahir seperti nilai APGAR.
4. Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.
5. Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir dan screening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada bayi baru lahir yang tidak memungkinkan untuk hidup.
6. Mengatur posisi bayi pada waktu menyusu.
7. Memberikan immunisasi pada bayi.
8. Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik.
9. Melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir, seperti: kesulitan bernafas/asphyksia, hypotermia, hypoglycemi.
10. Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas kegawatdaruratan apabila dimungkinkan.
11. Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
Keterampilan Tambahan
1. Melakukan penilaian masa gestasi.
2. Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dan asuhannya.
3. Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang tersedia di masyarakat.
4. Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau kematian bayi.
5. Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan kegawatdaruratan.
6. Memberikan dukungan kepada orang tua dengan kelahiran ganda.
ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA
Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
Pengetahuan Dasar
1. Keadaan kesehatan bayi dan anak di Indonesia, meliputi: angka kesakitan, angka kematian, penyebab kesakitan dan kematian.
2. Peran dan tanggung jawab orang tua dalam pemeliharaan bayi dan anak.
3. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak normal serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
4. Kebutuhan fisik dan psikososial anak.
5. Prinsip dan standar nutrisi pada bayi dan anak. Prinsip-prinsip komunikasi pada bayi dan anak.
6. Prinsip keselamatan untuk bayi dan anak.
7. Upaya pencegahan penyakit pada bayi dan anak misalnya pemberian immunisasi.
8. Masalah-masalah yang lazim terjadi pada bayi normal seperti: gumoh/regurgitasi, diaper rash dll serta penatalaksanaannya.
9. Penyakit-penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak.
10. Penyimpangan tumbuh kembang bayi dan anak serta penatalaksanaannya.
11. Bahaya-bahaya yang sering terjadi pada bayi dan anak di dalam dan luar rumah serta upaya pencegahannya.
12. Kegawat daruratan pada bayi dan anak serta penatalaksanaannya.
Keterampilan Dasar
1. Melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak.
2. Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pencegahan bahaya-bahaya pada bayi dan anak sesuai dengan usia.
3. Melaksanakan pemberian immunisasi pada bayi dan anak.
4. Mengumpulkan data tentang riwayat kesehatan pada bayi dan anak yang terfokus pada gejala.
5. Melakukan pemeriksaan fisik yang berfokus.
6. Mengidentifikasi penyakit berdasarkan data dan pemeriksaan fisik.
7. Melakukan pengobatan sesuai kewenangan, kolaborasi atau merujuk dengan cepat dan tepat sesuai dengan keadaan bayi dan anak.
8. Menjelaskan kepada orang tua tentang tindakan yang dilakukan.
9. Melakukan pemeriksaan secara berkala pda bayi dan anak sesuai dengan standar yang berlaku.
10. Melaksanakan penyuluhan pada orang tua tentang pemeliharaan bayi.
11. Tepat sesuai keadaan bayi dan anak yang mengalami cidera dari kecelakaan.
12. Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
KEBIDANAN KOMUNITAS
Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
Pengetahuan Dasar
1. Konsep dan sasaran kebidanan komunitas.
2. Masalah kebidanan komunitas.
3. Pendekatan asuhan kebidanan pada keluarga, kelompok dari masyarakat.
4. Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
5. Ruang lingkup pelayanan kebidanan komunitas.
6. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
8. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Pengetahuan Tambahan
1. Kepemimpinan untuk semua (kesuma).
2. Pemasaran sosial.
3. Peran serta masyarakat (PSM).
4. Audit maternal perinatal.
5. Perilaku kesehatan masyarakat.
6. Program-program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak
Keterampilan Dasar
1. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas, laktasi, bayi balita dan KB di masyarakat.
2. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
3. Melakukan pertolongan persalinan di rumah dan polindes.
4. Mengelola pondok bersalin desa (polindes).
5. Melaksanakan kunjungan rumah pada ibu hamil, nifas dan laktasi bayi dan balita.
6. Melakukan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya-upaya kesehatan ibu dan anak.
7. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
8. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
Keterampilan Tambahan
1. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
2. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
3. Mengelola dan memberikan obat-obatan sesuai dengan kewenangannya.
4. Menggunakan teknologi kebidanan tepat guna.
ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI
Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Pengetahuan Dasar
1. Penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS.
2. Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit seksual yang lazim terjadi.
3. Tanda, gejala, dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
Keterampilan Dasar
1. Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan sistem reproduksi.
2. Memberikan pengobatan pada perdarahan abnormal dan abortus spontan (bila belum sempurna).
3. Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat ada wanita/ibu dengan gangguan system reproduksi.
4. Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada gangguan system reproduksi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
5. Mikroskop dan penggunaannya.
6. Teknik pengambilan dan pengiriman sediaan pap smear.
Keterampilan Tambahan
1. Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina.
2. Mengambil dan proses pengiriman sediaan pap smear.
STANDAR PENDIDIKAN BIDAN
STANDAR I : LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan kebidanan berada pada suatu institusi pendidikan tinggi.
Definisi Operasional :
Penyelenggara pendidikan kebidanan adalah institusi pendidikan tinggi baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum pada sistim pendidikan nasional.
STANDAR II : FALSAFAH
Lembaga pendidikan kebidanan mempunyai falsafah yang mencerminkan visi misi dari institusi yang tercermin pada kurikulum.
Definisi Operasional :
1. Falsafah mencakup kerangka keyakinan dan nilai-nilai mengenai pendidikan kebidanan dan pelayanan kebidanan.
2. Penyelenggaraan pendidikan mengacu pada sistim pendidikan nasional Indonesia.
STANDAR III : ORGANISASI
Organisasi lembaga pendidikan kebidanan konsisten dengan struktur administrasi dari pendidikan tinggi dan secara jelas menggambarkan jalur-jalur hubungan keorganisasian, tanggung jawab dan garis kerjasama.
Definisi Operasional :
a. Struktur organisasi pendidikan kebidanan mengacu pada sistem pendidikan nasional.
b. Ada kejelasan tentang tata hubungan kerja.
c. Ada uraian tugas untuk masing-masing komponen pada organisasi.
STANDAR IV : SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Sumber daya manusia, finansial dan material dari lembaga pendidikan kebidanan memenuhi persyaratan dalam kualitas maupun kuantitas untuk memperlancar proses pendidikan.
Definisi Operasional :
1. Dukungan administrasi tercermin pada anggaran dan sumber-sumber untuk program.
2. Sumber daya teknologi dan lahan praktik cukup dan memenuhi persyaratan untuk mencapai tujuan program.
3. Persiapan tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang sistem pendidikan nasional dan peraturan yang berlaku.
4. Peran dan tanggung jawab tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.
STANDAR V : POLA PENDIDIKAN KEBIDANAN
Pola pendidikan kebidanan mengacu kepada undang-undang sistem pendidikan nasional, yang terdiri dari :
1. Jalur pendidikan vokasi
2. Jalur pendidikan akademik
3. Jalur pendidikan profesi
Definisi Operasional :
Pendidikan kebidanan terdiri dari pendidikan diploma, pendidikan sarjana, pendidikan profesi dan pendidikan pasca sarjana.
STANDAR VI : KURIKULUM
Penyelenggaraan pendidikan menggunakan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan organisai profesi serta dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan.
Definisi Operasional :
1. Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan pada kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan nasional dan organisasi profesi serta
2. Dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan. Dalam pelaksanaan pendidikan kurikulum dikembangkan sesuai dengan falsafah dan visi dari institusi pendidikan kebidanan.
STANDAR VII : TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan dan desain kurikulum pendidikan kebidanan mencerminkan falsafah pendidikan kebidanan dan mempersiapkan perkembangan setiap mahasiswa yang berpotensi khusus.
Definisi Operasional :
1. Tujuan pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan kurikulum pendidikan, pengalaman belajar dan evaluasi.
2. Tujuan pendidikan selaras dengan perilaku akhir yang ditetapkan.
3. Kurikulum meliputi kelompok ilmu dasar (alam, sosial, perilaku, humaniora), ilmu biomedik, ilmu kesehatan, dan ilmu kebidanan.
4. Kurikulum mencerminkan kebutuhan pelayanan kebidanan dan kesehatan masyarakat .
5. Kurikulum direncanakan sesuai dengan standar praktik kebidanan.
6. Kurikulum kebidanan menumbuhkan profesionalisme sikap etis, kepemimpinan dan manajemen.
7. Isi kurikulum dikembangkan sesuai perkembangan teknologi mutakhir.
STANDAR VIII : EVALUASI PENDIDIKAN
Organisasi profesi ikut serta dalam program evaluasi pendidikan baik internal maupun eksternal.
Definisi Operasional :
1. Organisasi profesi merupakan bagian dari badan akreditasi yang berwenang.
2. Dalam proses evaluasi, organisasi profesi menggunakan institusi pelayanan atau yang terkait dengan lahan praktik kebidanan yang telah diakui oleh pihak yang berwenang.
STANDAR IX : LULUSAN
Lulusan pendidikan bidan mengemban tanggung jawab profesional sesuai dengan tingkat pendidikan.
Definisi Operasional :
1. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
2. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
3. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
4. Lulusan program kebidanan, tingkat master dan doktor melakukan praktik kebidanan lanjut, penelitian, pengembangan, konsultan pendidikan dan ketatalaksanaan pelayanan.
5. Lulusan wajib berperan aktif dan ikut serta dalam penentuan kebijakan dalam bidang kesehatan.
6. Lulusan berperan aktif dalam merancang dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagai tanggapan terhadap perkembangan masyarakat.
STANDAR PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BIDAN
STANDAR I: ORGANISASI
Peyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan Bidan berada di bawah organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-IBI), Pengurus Daerah (PD-IBI)dan Pengurus Cabang (PC -IBI)
Definisi Operasional :
1. Pendidikan berkelanjutan untuk bidan, terdapat dalam organisasi profesi IBI.
2. Keberadaan pendidikan berkelanjutan bidan dalam organisasi profesi IBI, disahkan oleh PP-IBI/PD-IBI/PC-IBI.
STANDAR II : FALSAFAH
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai falsafah yang selaras dengan falsafah organisasi profesi IBI yang terermin visi, misi dan tujuan.
Definisi Operasional :
1. Bidan harus mengembangkan diri dan belajar sepanjang hidupnya.
2. Pendidikan berkelanjutan merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan bidan .
3. Melalui penelitian dalam Pendidikan Berkelanjutan akan memperkaya Body of Knowledge ilmu kebidanan.
STANDAR III : SUMBER DAYA PENDIDIKAN
Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai sumber daya manusia, finansial dan material untuk memperlancar proses pendidikan berkelanjutan.
Definisi Operasional :
1. Memiliki sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi dan mampu melaksanakan / mengelola pendidikan berkelanjutan.
2. Ada sumber finansial yang menjamin terselenggaranya program.
STANDAR IV : PROGRAM PENDIDIKAN dan PELATIHAN
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan.
Definisi Operasional :
1. Program Pendidikan Berkelanjutan bidan berdasarkan hasil pengkajian kelayakan.
2. Ada program yang sesuai dengan hasil pengkajian kelayakan.
3. Program tersebut disahkan/ terakreditasi organisasi IBI (PP/PD/PC), yang di buktikan dengan adanya sertifikat.
STANDAR V : FASILITAS
Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan standar.
Definisi Operasional :
1. Tersedia fasilitas pembelajaran yang terakreditasi
2. Tersedia fasilitas pembelajaran sesuai perkembangan ilmu dan tehnologi.
STANDAR VI: DOKUMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan bidan perlu pendokumentasian
Definisi Operasional :
1. Ada dokumentasi pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
2. Ada laporan pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
3. Ada laporan evaluasi pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
4. Ada rencana tindak lanjut yang jelas.
STANDAR VII : PENGENDALIAN MUTU
Pendidika berkelanjutan bidan melaksanakan pengendalian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
Definisi Operasional :
1. Ada program peningkatan mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
2. Ada penilaian mutu proses pendidikan, pelatihan dan pengembangan
3. Ada penilaian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
4. Ada umpan balik tentang penilaian mutu.
5. Ada tindak lanjut dari penilaian mutu.
STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN
Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan filosofi bidan
Definisi Operasional :
1. Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan
2. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada promosi persalinan normal, pencegahan penyakit, pencegahan cacad pada ibu dab bayi, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif, peduli, bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan. Asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan klien dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan
STANDAR II : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan, standar pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan pelayanan yang kondusif, menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.
Definisi Operasional :
1. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.
2. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar ruangan, standar ketenagaan yang telah tindakan di sahkan oleh pimpinan.
3. Ada standar prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/ kebidanan yang di sahkan oleh pimpinan.
4. Ada rencana/program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu ke institusi induk.
5. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.
6. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan lahan praktik, program pengajaran dan penilaian klinik.
7. Ada bukti administrasi.
STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN
Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengeloaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.
Definisi Operasional :
1. Tersedia SDM sesuai dengan kebutuhan baik kualifikasi maupun jumlah.
2. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.
3. Ada jadwal dinas sesuai dengan tanggung jawab dan uraian kerja.
4. Ada jadwal bidan pengganti dengan peran fungsi yang jelas.
5. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.
STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.
Definisi Operasional :
1. Tersedia sarana dan peralatan untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan sesuai standar.
2. Tersedianya peralatan yang sesuai dalam jumlah dan kualitas.
3. Ada sertifikasi untuk penggunaan alat-alat tertentu.
4. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.
STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.
Definisi Operasional :
1. Ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh pimpinan.
2. Ada prosedur rekrutment tenaga yang jelas.
3. Ada regulasi internal sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban personil.
4. Ada kebijakan dan prosedur pembinaan personal.
STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Definisi Operasional :
1. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.
2. Ada program orientasi dan pelatihan bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.
3. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.
STANDAR VII : STANDAR ASUHAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Definisi Operasional :
1. Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.
2. Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik.
3. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.
4. Ada diagnosa kebidanan.
5. Ada rencana asuhan kebidanan.
6. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.
7. Ada catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan.
8. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.
9. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.
STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Definisi Operasional :
1. Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.
2. Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan.
3. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.
4. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.
5. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan
STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN
STANDAR I : METODE ASUHAN
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: Pengumpulan data dan analisis data, penegakan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi Operasional :
1. Ada format manajemen asuhan kebidanan dalam catatan asuhan kebidanan.
2. Format manajemen asuhan kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana asuhan, catatan implementasi, catatan perkembangan, tindakan, evaluasi, kesimpulan dan tindak lanjut kegiatan lain.
STANDAR II : PENGKAJIAN
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
Ada format pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data :
1. Demografi identitas klien
2. Riwayat penyakit terdahulu
3. Riwayat kesehatan reproduksi :
 Riwayat haid
 Riwayat bedah organ reproduksi
 Riwayat kehamilan dan persalinan
 Pengaturan kesuburan
 Faktor kongenital/keturunan yang terkait
4. Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
5. Analisis data
STANDAR III : DIAGNOSA KEBIDANAN
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
Definisi Operasional :
1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil analisa data.
2. Diagnosa kebidanan dirumuskan secara sistematis.
STANDAR IV : RENCANA ASUHAN
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Definisi Operasional :
1. Ada format rencana asuhan kebidanan.
2. Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan tindakan.
STANDAR V : TINDAKAN
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan diagnosa, rencana dan perkembangan keadaan klien.
Definisi Operasional :
1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan etika dan kode etik kebidanan.
5. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.
STANDAR VI : PARTISIPASI KLIEN
Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Definisi Operasional :
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang :
 Status kesehatan saat ini
 Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
 Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan
 Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
 Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
2. Klien dan keluarga dilibatkan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan dalam asuhan.
3. Pasien dan keluarga diberdayakan dalam terlaksananya rencana asuhan klien
STANDAR VII : PENGAWASAN
Monitor/pengawasan klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
1. Adanya format pengawasan klien.
2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus dan sistimatis untuk mengetahui perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan dicatat dan dievaluasi.
STANDAR VIII : EVALUASI
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tindakan kebidanan dan rencana yang telah dirumuskan.
Definisi Operasional :
1. Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan pelaksanaan asuhan sesuai standar.
2. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.
STANDAR IX : DOKUMENTASI
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan.
Definisi Operasional :
1. Dokumentasi dilaksanakan pada setiap tahapan asuhan kebidanan.
2. Dokumentasi dilaksanakan secara sistimatis, tepat, dan jelas.
3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.
C. KODE ETIK BIDAN INDONESIA
1. Deskripsi Kode Etik Bidan Indonesia
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
2. Kode Etik Bidan Indonesia
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajart kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2) Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3) Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
D. PENUTUP
Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi dan anak balita, serta Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Standar Profesi ini terdiri dari Standar Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan, dan Kode Etik Profesi.
Standar profesi ini, wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan.

MENTERI KESEHATAN,


Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)

sumber:http://ummukautsar.wordpress.com/2010/03/31/permenkes-nomor-369menkesskiii2007-tentang-standar-profesi-bidan/